Polemik Hukum Rancangan Omnibus – Sejak Kapolri terbitkan aturan kontroversial, 17 kementerian dan lembaga ditarik ke meja rapat untuk mencari solusi konstitusional. Peraturan ini, yang dituding ‘mengakali hukum’, kini diarahkan menjadi pintu reformasi struktural kepolisian.
Penerbitan Peraturan Kapolri (Perpol) No. 10/2025 oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada 9 Desember 2025 telah memicu gelombang polemik nasional. Aturan yang membuka jalan bagi anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan di 17 kementerian dan lembaga negara itu dipandang banyak pihak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Buntut dari kontroversi ini adalah serangkaian rapat dan koordinasi intensif yang melibatkan Komisi Percepatan Reformasi Polri, kementerian, dan lembaga terkait. Tujuannya, mengurai benang kusut hukum dan mengarahkannya pada solusi reformasi struktural yang berkelanjutan.
Kronologi Konflik: Aturan Kapolri vs Putusan MK
Polemik Hukum Rancangan Omnibus Konflik ini berawal dari putusan MK yang telah mengubah peta hukum penugasan Polri.

timeline
title Kronologi Konflik Hukum Perpol 10/2025
section November 2025
MK Keluarkan Putusan : MK No. 114 melarang<br>Polri aktif duduki jabatan sipil.
section Desember 2025
9 Des : Kapolri Terbitkan Perpol 10/2025<br>Atur penugasan di 17 K/L.
12-15 Des : Kritik & Polemik Mencuat<br>Mahfud MD nilai aturan inkonstitusional.
17-18 Des : Komisi Reformasi Gelar Rapat<br>Klarifikasi dari Kapolri.
20 Des : Rakor Tk. Menteri<br>Sepakati penyusunan RPP & Omnibus Law.
section Target 2026
Jan 2026 : Target Penyelesaian<br>RPP tentang penugasan Polri.
Inti dari polemik ini adalah pertentangan langsung antara dua keputusan. Putusan MK No. 114/PUU-XXIII/2025 menyatakan bahwa bagi anggota Polri yang bertugas di luar institusi kepolisian, tidak bisa menduduki jabatannya kecuali mengundurkan diri atau pensiun. Sementara itu, Perpol 10/2025 justru mengatur penugasan anggota aktif di 17 instansi.
Daftar 17 Kementerian & Lembaga yang Dijadikan Sorotan
Polemik Hukum Rancangan Omnibus – Perpol 10/2025 secara limitatif mencantumkan 17 instansi yang dapat diisi oleh anggota Polri aktif, baik dalam jabatan manajerial maupun nonmanajerial, selama jabatan tersebut memiliki keterkaitan dengan fungsi kepolisian dan berdasarkan permintaan instansi. Berikut adalah daftar lengkapnya:
| No. | Kementerian / Lembaga | Singkatan |
|---|---|---|
| 1 | Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan | Kemenko Polhukam |
| 2 | Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral | ESDM |
| 3 | Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia | Kemenkumham |
| 4 | Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan | – |
| 5 | Kementerian Kehutanan | – |
| 6 | Kementerian Kelautan dan Perikanan | KKP |
| 7 | Kementerian Perhubungan | – |
| 8 | Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia | Kemnaker |
| 9 | Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional | ATR/BPN |
| 10 | Lembaga Ketahanan Nasional | Lemhannas |
| 11 | Otoritas Jasa Keuangan | OJK |
| 12 | Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan | PPATK |
| 13 | Badan Narkotika Nasional | BNN |
| 14 | Badan Nasional Penanggulangan Terorisme | BNPT |
| 15 | Badan Intelijen Negara | BIN |
| 16 | Badan Siber dan Sandi Negara | BSSN |
| 17 | Komisi Pemberantasan Korupsi | KPK |
Polemik Hukum Rancangan Omnibus Respons dan Upaya Mencari Solusi
Respons terhadap polemik ini beragam, mulai dari kritik tajam hingga upaya mencari jalan tengah.
Kritik dan Penjelasan Hukum
Banyak pakar hukum yang menilai Perpol ini bermasalah. Mahfud MD, mantan Ketua MK, dengan tegas menyatakan bahwa peraturan ini “bertentangan dengan putusan MK” dan “tidak ada dasar hukum dan konstitusionalnya”.
Direktur Gradasi Abdul Hakim bahkan menilai langkah ini sebagai upaya ‘mengakali’ hukum yang bisa dibatalkan. Inti masalahnya adalah hierarki hukum: Peraturan Kapolri tidak boleh bertentangan dengan putusan MK yang kedudukannya lebih tinggi (lex superior derogat legi inferiori).
Pembelaan dan Klarifikasi dari Polri
Di sisi lain, Kapolri Listyo Sigit Prabowo membantah bahwa Perpol ini adalah bentuk pembangkangan. Ia menyatakan bahwa penerbitan aturan ini justru merupakan bentuk tindak lanjut dan penghormatan terhadap putusan MK, dengan cara membatasi dan memperjelas penugasan yang sebelumnya multitafsir. Kapolri juga mengklaim telah berkonsultasi dengan kementerian terkait sebelum menerbitkannya.
Peran Katalisator Komisi Reformasi
Komisi Percepatan Reformasi Polri, yang diketuai Jimly Asshiddiqie, turun tangan untuk meredakan ketegangan. Dalam rapat pada 18 Desember, komisi menyimpulkan bahwa tidak ada lagi penugasan baru anggota Polri ke kementerian/lembaga setelah putusan MK. Menurut Jimly, Perpol 10/2025 dimaksudkan untuk mengatur anggota yang sudah terlanjur bertugas sebelum putusan MK, bukan untuk membuka penugasan baru.
Solusi Ke Depan: RPP dan Omnibus Law
Setelah rapat koordinasi tingkat menteri pada 20 Desember 2025 yang dihadiri 17 kementerian/lembaga terkait dan Kapolri, diambil jalan keluar strategis.
- Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP): Pemerintah, melalui Kemenkumham, akan segera menyusun RPP untuk melaksanakan UU Polri dan UU ASN terkait penugasan ini-7. RPP ditargetkan selesai paling lambat akhir Januari 2026.
- Pendekatan Omnibus Law: Komisi Reformasi mengusulkan agar penugasan lintas instansi ini diatur dengan metode Omnibus Law. Ini penting karena masalahnya menyangkut banyak UU sektoral (seperti UU Lingkungan Hidup, Kehutanan, TNI). Omnibus Law akan memungkinkan revisi yang terintegrasi dan komprehensif.
Perbandingan Pandangan Utama
| Pihak | Pandangan terhadap Perpol 10/2025 | Usulan Solusi |
|---|---|---|
| Kapolri & Polri | Sebagai aturan teknis pelaksana & pembatas putusan MK, hasil konsultasi dengan K/L. | Akan ditingkatkan menjadi Peraturan Pemerintah dan dimasukkan dalam revisi UU Polri. |
| Ahli Hukum (Mahfud MD, dll.) | Bertentangan dengan MK, inkonstitusional, tidak memiliki dasar hukum yang kuat. | Peraturan harus dicabut, perubahan harus melalui revisi UU Polri yang melibatkan publik. |
| Komisi Percepatan Reformasi Polri | Ada kekurangan teknis (tidak mencantumkan putusan MK), tapi bukan untuk penugasan baru. | Omnibus Law untuk revisi UU dan penyusunan PP terintegrasi. |
Polemik Hukum Rancangan Omnibus Inti dari Reformasi yang Dipercepat
Kontroversi Perpol 10/2025, meskipun berawal dari polemik hukum, telah berhasil memaksa semua pihak duduk bersama. Masalah yang selama ini mungkin tersembunyi di balik penugasan biasa, kini menjadi agenda reformasi struktural.
Proses yang sedang berjalan menunjukkan arah yang lebih sehat: dari aturan internal yang dipersoalkan, menuju regulasi setingkat Peraturan Pemerintah yang lebih transparan, dan berpotensi berujung pada perubahan undang-undang yang partisipatif melalui metode Omnibus Law. Jika berjalan baik, polemik ini bisa menjadi momentum penting untuk mempercepat reformasi Polri yang lebih komprehensif, tidak hanya dalam hal penugasan, tetapi juga dalam hubungan institusionalnya dengan seluruh cabang kekuasaan negara.
Dengan deadline RPP yang ditetapkan akhir Januari 2026, publik dapat mengawasi apakah komitmen untuk menyelesaikan persoalan ini dengan prinsip konstitusional benar-benar terwujud.

